Kisah
ini terjadi ketika Rasulullah SAW. hijrah ke Thaif karena mendapat gangguan
dari kaum Quraisy yang sangat berat dan sulit setelah beliau ditinggal wafat
oleh pamannya yaitu Abu Thalib.
Rasulullah
SAW pergi ke Thaif pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian. Menurut Ibnu Sa’ad, Ibnu Atsir, dan
Al-Maqrizi, dalam perjalanannya beliau
ditemani oleh seorang pelayannya yang bernama ZAid bin Haritsah.
Thaif
adalah kota tempat penyembahan Laata, patung yang disembah dan dijadikan tujuan
ritual tahunan.
Ketika
sampai di Thaif, beliaumenemui kelompok para pemuka dan pimpinan Bani Tsaqif.
Beliau duduk bersama dan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah SWT.
ternyata mereka justru meresponnya dengan penolakan yang sangat keras, mereka
menghina beliau dan membujuk orang-orang bodoh serta para budak untuk mencela
dan meneriakinya dengan caci maki dan cemoohan. Mereka kemudian melempari
beliau dengan batu kemudian Rasulullah SAW. duduk dibawah pohon kurma dalam
keadaan menderita.
Apa
yang ditemunya di Thaif ternyata jauh lebih berat dari pada apa yang
diterimanya dari orang-orang musyrik di Makkah. Penduduk Thaif berdiri dua
baris untuk menghadang Rasulullah SAW. dan dan Zaid bin Haritsah di jalan.
Ketika Beliau lewat, mereka menghujaninya dengan batu, hingga Rasulullah SAW.
dan Zaid bin Harits tidak sempat mengangkat kaki kecuali selalu terkena
lemparan batu hingga kaki beliau berdua berdarah.
Hati
dan mulut beliau berdoa, mengadukan kelemahannya dan berlindung kepada Allah
SWT memohon pertolongan dan dukungan-Nya :
“
Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan lemahnya diriku, terbatasnya usahaku,
dan hinanya diriku dihadapan manusia. Wahai Dzat yang Maha Pemberi Kasih
saying, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah, dan Engkau adalah Tuhanku.
Kepada isiapakah engkau menyerahkanku? Apakah kepada orang yang jauh
menyiksaku? Ataukah kepada musuh yang telah Engkau beri kekuasaan untuk
mengalahkanku? Jika tidak ada kemurkaanmu, maka aku tidak akan peduli, hanya
saja kesejahterann-Mu lebih luas untukku”
“Aku
berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan, yang diperbaiki
dengan urusan dunia dan akhirat, agar kiranya Engkau tidak menimpakan
kemurkaan-Mu kepadaku, atau menempatkan kemurkaan-Mu kepadaku, Hanya lilik-Mu
segala keridhaan, hingga Engkaupun meridhaiku. Tidak ada daya dan upaya kecuali
dari-Mu”
Lalu
Allah mengutus malaikat penjaga gunung. Ia meminta izin kepada Rasulullah SAW.
untuk membalikkan gunung dan ditimpakan kepada mereka. Namun Rasulullah SAW
berkata, “ Aku bahkan berharap agar dari keturunan mereka lahir orang-orang
yang menyembah Allah Yang Maha Esa, dan tidak menyekutukan-Nya.”
***_____________________________
Begitulah akhlak
Rasulullah SAW. yang menjadi suri tauladan manusia di alam semesta ini. Beliau
mempunyai rasa kasih sayang dan pemaaf yang tak terbatas, betapapun beliau
dihina, dicemooh, dicaci maki dan disakiti fisiknya. Yang keluar dari sikap
beliau ternyata justru kasih sayang dan maaf, beliau masih mengharapkan kebaikan
dan mendoakannya dengan doa yang baik, meskipun beliau mendapatkan tawaran dari
malaikat untuk menghancukan kaum tersebut dengan menimpakan gunung pada mereka.
Tidak ada gunanya menyimpan
dendam didalam dada, merawat kebencian, dan membudidayakan iri dan dengki, karena semua itu hanya akan menjadikan dada
sesak, tekanan darah menjadi naik tak terkontrol, jiwa terasa rapuh dan pikiran
selalu diliputi awan hitam dan hidup diwilayah khayalan, ilusi dan
rencana-rencana jahat yang sangat melelahkan.
Sikap pemaaf justru akan
melahirkan ketentraman dan kedamaian hati, rasa syukur terhadap apa yang kita
miliki dan bersabar terhadap apa yang kita terima akan menumbuhkan dan
menyebarkan virus-virus kebahagiaan yang menenangkan jiwa, menjernihkan
pikiran, menentramkan hati dan menyehatkan badan.
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar