Kamis, 16 November 2017

PARADIGMA NILAI DALAM PENDIDIKAN KARAKTER, PROBLEMATIKA, DAN PENDEKATAN INTERNALISASI NILAI



A.      Pendidikan Karakter
Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan pendidikan karakter sebagi suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter pada hakekatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan. Dengan demikian pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama.[1]
Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Nilai-nilai tersebut harus ditumbuhkembangkan pada setiap peserta didik hingga menjadi karakter siswa dan berkembang menjadi budaya sekolah.
B.      Internalisasi Nilai
Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan  sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian.[2]
Reber, sebagaimana dikutip Mulyana mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan – aturan baku pada diri seseorang.[3] Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus dapat dipraktikkan dan berimplikasi pada sikap. Internalisasi ini akan bersifat permanen dalam diri seseorang
Internalisasi juga diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk memasukkan nilai – nilai kedalam jiwa sehingga menjadi miliknya.[4] Jadi masalah  internalisasi ini tidak hanya berlaku pada pendidikan tertentu saja, tetapi pada semua aspek pendidikan.
Dengan demikian disimpulkan bahwa internalisasi merupakan proses penanaman nilai  kedalam jiwa seseorang sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam kehidupan sehari – hari (menyatu dengan pribadi). Suatu nilai yang telah terinternalisasi pada diri seseorang dapat diketahui ciri – cirinya dari tingkah laku.
Pelaksanaan pendidikan karakter melalui beberapa tahapan, sekaligus menjadi tahap terbentuknya internalisasi nilai, yaitu:
a.       Tahap transformasi nilai.
Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai – nilai yang baik dan yang kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik.[5] Transformasi nilai ini sifatnya hanya pemindahan pengetahuan dari pendidik ke siswanya. Nilai – nilai yang diberikan masih berada pada ranah kognitif peserta didik dan pengetahuan ini dimungkinkan hilang jika ingatan seseorang tidak kuat.
b.      Tahap transaksi nilai
Pada tahap ini pendidikan nilai dilakukan melalui komunikasi dua arah yang terjadi antara pendidik dan peserta didik yang bersifat timbal balik sehingga terjadi  proses interaksi.[6] Dengan adanya transaksi nilai, pendidik dapat memberikan pengaruh pada siswanya melalui contoh nilai yang telah ia jalankan. Di sisi lain siswa akan menentukan nilai yang sesuai dengan dirinya.
c.       Tahap tran-internalisasi
Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan  aktif.[7] Dalam tahap ini pendidik harus betul – betul memperhatikan sikap dan prilakunya agar tidak bertentangan yang ia berikan kepada peserta didik. Hal ini disebabkan adanya  kecenderungan siswa untuk meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian gurunya.

  C.    Problematika Penanaman Nilai
Dalam pendidikan karakter, upaya penanaman nilai (internalisasi) pada peserta didik tidaklah segampang membuat konsep pendidikan karakter itu sendiri. Melihat relita dilapangan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan marakter masih menyimpan beberapa problematika penanaman nilai. Problematika tersebut, antara lain:
1.      Siswa kurang tertarik memahami dan mengamalkan nilai karakter dan budaya bangsa.
Siswa mulai kurang memperhatikan aspek karakter mulia dalam hidupnya, hal ini terbentuk seiring penanaman opini dan informasi yang selalu mengedapankan ideologi matrealistis dan hedonis. Dalam dunia pendidikan sendiri, ranah kognitif masih paling dominan untuk diberikan apresiasi, sehingga siswa hanya mengejar hasil belajar ranah koognitif atau hanya mengejar prestasi akademik semata. Hal ini terbukti sampai saat ini hasil ujian berbasis pengetahuan masih menjadi dasar untuk menentukan prestasi siswa, menjadi syarat masuk jenjang pendidikan selanjutnya atau suatu syarat melamar pekerjaan sehingga siswa banyak yang rela melakukan kecurangan ataupun manipulasi demi mencapai target tertentu.
2.      Sistem internalisai nilai karakter disekolah tidak diteruskan oleh lingkungan diluar sekolah.
Sekolah yang sudah menerapkan sistem pendidikan karakter dengan baik dengan berbagai progamnya, dengan mudah diputar arah dan dibalikkan oleh lingkungan keluarga maupun masyarakat dimana siswa hidup berinteraksi sosial. Internalisasi nilai karakter belum bisa terintegrasi dengan baik antara lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.
3.      Krisis keteladanan.
Kesadaran pendidik untuk mendidik siswa masih termasuk langka, masih banyak seorang pendidik yang hanya menjadi pengajar dari pada menjadi pendidik. Mereka fokus melakukan transfer pengetahuan dan menyelesaikan materi  serta kurang memperhatikan posisi dirinya sebagai pendidik yang harus memperhatikan seluruh kebutuhan siswa termasuk masalah internalisasi niali karakter. Keadaan yang seperti ini belum bisa menjawab kebutuhan siswa tentang kehadiran sesosok figur pendidik untuk diteladani. Hal ini diperparah dengan perilaku sebagian pejabat politik, artis, dan public figure lainnya yang menyimpang dan terus menerus di expose di media masa sehingga hal ini justru yang mudah ditirukan oleh siswa.
4.        Budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa Indonesia masuk secara besar-besaran.
Arus perkembangan informasi dan teknologi memang tidak bisa dihindari lagi, batas-batas tempat dan waktu di setip negara melebur menjadi satu di era globalisasi ini. Budaya bangsa lain sangat mudah masuk dan mempengaruhi perilaku siswa, padahal tidak semua budaya bangsa asing sesuai dengan karakter dan budaya bangsa Indonesia, sehingga lambat laun akan menggeser nilai karakter dan budaya bangsa sendiri.


  D.     Pendekatan Penanaman Nilai
            Proses pembentukan karakter seseorang memang dipengaruhi banyak foktor yang komplek, namun demikian sekolah sebagai pemeran utama dan ujung tombak dari progam pendidikan karakter tentunya mempunyai peranan yang cukup besar untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Melihat dari proses internalisasi nilai pada uraian sebelumnya, maka pendekatan penanaman nilai bisa dilakukan dengan tiga pendekatan yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
1.      Pendekatan konseptual
Yaitu pendekatan yang dimaksudkan untuk memberi pemahaman utuh tentang konsep nilai-nilai baik pembentuk karakter, arti pentingnya dan hal-hal lain yang terkait sehingga siswa mampu mengetahui, memahami dan merasakan nila-nilai karakter tersebut didalam jiwanya.
Pendekatan konseptual ini penting untuk menanamkan pola pikir, keyakinan dan motifasi siswa untuk merealisasikan nilai menjadi perbuatan. Pendekatan konseptual juga berfungsi untuk memberikan penafsiran yang tepat atas model pendekatan yang lainnya sehingga siswa tidak salah persepsi dan salah memaknai terhadap pendekatan penanaman nilai lainnya.
2.      Pendekatan sistematis/pembiasaan
Pendekatan ini bisa dilakukan oleh sekolah/lembaga dengan membuat suatu kegiatan terencana, teratur, konsisten dan berkesinambungan yang muncul dalam kegiatan pembiasaan dan menjadi budaya sekolah. Pendekatan semacam ini akan sangat efektif karena seluruh warga sekolah bergerak dalam sistem pembiasaan yang sama dan membudaya di lingkungan sekolah yang secara otomatis menginternalisasikan nilai-nilai yang dimaksud dalam pembiasaan.
3.      Pendekatan modeling/keteladanan
Pendekatan modeling/keteladanan adalah salah satu pendekatan dalam menanamkan nilai-nilai karakter dengan menampilkan perilaku sebagai perwujudan nilai-nilai karakter yang ada dalam diri model (pendidik) sehingga siswa mampu melihat secara langsung implementasi atas nilai-nilai yang ditanamkan padanya. Pendekatan ini telah dibuktikan oleh fakta sejarah bahwa menanamkan nilai karakter dengan memberi keteladanan sangat efektif dan cukup berhasil, bahkan sanggup mengubah suatu budaya bangsa. seperti yang telah dilakukan Muhammad SAW dalam memperbaiki budaya bangsa Arab.
Dalam pendekatan keteladanan pendidik dituntut untuk lebih dulu mampu bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada siswa.


[1] Fihris. Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah. Semarang: PUSLIT IAIN Walisongo. 2010. hal. 24-28
[2] J.P. Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005. hal. 256.
[3] Rohmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. 2004.  hal. 21.
[4] Fuad Ihsan. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka cipta. 1997. hal. 155.
[5] Muhaimin. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media. 1996. hal. 153.
[6]Ibid. hal. 153
[7]Ibid. hal. 153  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembelajaran dalam perjalanan pendidikan guru penggerak

Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatih...