KARENA ANDA, AKU KENCING BERLARI
(Pentingnya sosok suri tauladan)
Oleh: Nurul Fahmi
Setiap orang menghujat kaum muda saat ini dengan kemerosotan moral
dan budipekertinya. Para pelajar sangat akrab dengan kenakalan remajanya, para
pemuda disandangi sebutan ahli pembuat onar dan kerusuhan, Tetapi hanya
terbatas pada hujatan tanpa memberikan solusi dan jalan keluar apapun, termasuk
juga para orang tua dan para guru dari kaum muda itu sendiri, bahkan sangat
sedikit dari mereka (orang tua dan guru) yang mau berintrospeksi diri, padahal
ditangan merekalah kewajiban mendidik dan mengajarkan akhlak.
Orang tua dan keluarga adalah tempat
pendidikan paling dasar bagi anak-anak mereka, mestinya orang tua
mengajarkannya berbagai akhlak terpuji dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai mana yang telah difirmankan Allah SWT dalam Al Qur’an “ Jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.“ Sangat ironis jika para orang tua
mengharapkan anaknya berakhlak mulia sementara mereka sendiri tidak berakhlak
mulia. Mereka menyurh anaknya mengaji di masjid tetapi mereka malah menonton
televisi, mereka menginginkan anaknya berperilaku lembut dan sopan sementara
para orang tua justru sering memperlihatkan pertikaian dihadapan anak mereka,
sangat mengejutkan juga ketika seorang siswa ditanya tentang darimana mereka
mendapatkan video porno yang yang ditontonya disekolah ternyata didapatnya dari
Handphone orang tua mereka sendiri.
Pendidikan di lingkungan sekolah juga
sangat berpengaruh tehadap perkembangan karakter dan akhlak para remaja, mereka
banyak menghabiskan waktunya di sekolahan dengan melakukan berbagai macam
kegiatan dan interaksi dengan para guru serta teman-teman mereka. Guru yang
notabennya sebagai seorang pendidik seharusnya sadar akan tugas utamanya yaitu
mendidik dan menciptakan generasi saleh yang berkarakter, bukan sekedar
menyampaikan informasi ilmu pengetahuan saja (transfer of knowledge).
Jumlah jam mengajar dimintanya penuh minimal 24 jam pelajaran dalam seminggu
tetapi hanya sebatas untuk kepentingan pencairan dana sertifikasi. Secara
administrasi tugas mereka dalam mengajar sudah dilaksanakan sesuai tuntutan pemerintah tetapi
pada kenyataannya banyak juga yang masuk mengajarpun telat bahkan sampai absen, menyelesaikan materi (bahkan tidak selesai) tidak sesuai dengan RPP yang
mereka buat untuk kepentingan sertifikasi. Saat ini banyak yang merasa telah
melaksanakan tugasnya yaitu mengajar tetapi mereka lupa untuk mendidiknya
menjadi siwa yang saleh dan berkarakter, berbangga siswa disekolahannya lulus
100 persen dengan nilai yang tinggi meskipun diperolenya dengan kecurangan
bersama, mereka juga melupakan bahwa tunjuan pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bukan sekedar memberikan nilai tinggi. Mereka kehilangan karakter dan
menghilangkan jatidiri siswanya.
Setiap orang seharusnya melihat
dirinya masing-masing, tidak serta merta menghujat orang dengan berbagai
kenakalan dan keonaran yang mereka buat. Mungkin saja sebagian remaja kurang
berakhlakul karimah karena memang pendidikan yang mereka terima seprti itu,
entah itu di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun di lingkungan yang
lainnya. Para pendidik dalam hal ini orang tua dan guru seharusnya sadar akan
tanggung jawab untuk mendidik anak dan siswanya menjadi anak saleh yang
berakhlakul karimah. Dalam sebuah hadis nabi Muhammad SAW menyebutkan “setiap
kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawabannya”. Seandainya hadis ini disadari sepenuhnya
tentu setiap orang akan sangat hati-hati dan bertanggung jawab penuh atas
amanat yang mereka terima, baik amanat sebagai orang tua maupun amanat sebagai
guru.
Cara mendidik yang paling baik adalah
dengan menjadi uswah hasanah bagi anak didiknya. Sebagaimana Nabi
Muhammad SAW mendidik umatnya dengan menjadikan dirinya sosok sempurna yang
bisa dijadikan uswatun hasanah bagi semua mahluk. Seorang pendidik yang
ingin berhasil dalam mendidik siswanya tentu berusaha mengerti, menghayati dan
mencontoh budi pekerti Rasulullah SAW sehingga dia memantaskan dirinya untuk
menjadi uswah hasanah yang nyata bagi anak didik yang mereka hadapi. Hal ini
sesuai dengan filosopi jawa bahwa guru adalah orang yang bisa digugu dan
dituru. Hal ini juga bearti bahwa pendidik adalah objek pendidikan itu
sendiri. Perlu diingat juga pepatah yang mengatakan guru kencing berdiri
murid kencing berlari. Bagaimana
mungkin mereka mengajarkan untuk disiplin kalau mereka sendiri tidak menjadi
contoh perwujudan disiplin itu sendiri, bagaimana mungkin mereka mengajarkan
kejujuran tanpa menjadikan diri mereka soerang yang jujur. Bagaimana mungkin
anak didik diminta berkonsentrasi kalau mereka asyik bermain handpone saat
mengajar. semua siswa akan tau dan lebih mudah meniru apa yang mereka lihat,
rasakan dan mereka alami dalam kehidupan nyata daripada mendengarkan seribu
ceramah atau menbaca berlembar-lembar teori.
Guru yang bijaksana bukan hanya
memberikan kisah teladan akan tetapi mejadikan dirinya sebagai sosok teladan
(uswatun hasanah) yang nyata bagi siswanya, sehingga berhasil mewujudkan tujuan
pendidikan yaitu mencetak generasi muda yang saleh, cerdas, berkarakter dan
berakhlak mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar