A. Konsep
Dasar Teori Belajar Gestalt
Kata Gestalt berasal dari
bahasa Jerman. Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu ‘form’,
‘shape’ (dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat,
esensi ataupun totalitas. Tetapi karena kesimpangsiuran arti Gestalt dalam
bahasa lain, maka disepakati dengan menamai “Gestalt” tanpa menerjemahkan
kedalam bahasa lain. Teori ini berlaku untuk semua aspek
pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan
pemecahan masalah. Fokus teori Gestalt sendiri adalah ide tentang
pengelompokan.[1]
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari
suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam
psikologi Gestalt disebut sebagai Fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam
Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat
fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara
netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek
merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera,
obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti
pada obyek itu.[2]
Menurut
koffka, gestalt adalah pertemuan gejala-gejala yang tiap-tiap anggotanya hanya
mempunyai sifat atau watak dalam hubungannya dengan bagian-bagiannya, sehingga
merupakan suatu kesatuan yang mengandung arti, dan tiap-tiap bagian mendapat
arti dari keseluruhan itu. Yang primer gestalt adalah bukan bagian-bagian.
Bagian-bagian itu sendiri tidak ada. Sebab gestalt tidak terjadi dari jumlah
bagian-bagian. Artinya di dalam gestalt, tidak mungkin bagian-bagian itu
berdiri sendiri.[3]
Gestalt adalah keseluruhan
dalam satu kesatuan dan kebulatan atau totalitas yang mempunyai arti penuh
dimana tiap-tiap bagian mendukung bagian-bagian yang lain, serta, mendapat arti
dalam keseluruhan. Kofka don Kohler berkesimpulan
bahwa belajar bukanlah suatu perbuatan yang mekanistik. melainkan suatu
perbuatan yang mengandung pengertian (insignt) dan maksud yang penuh. Belajar
yang sebenarnya adalah “insightfull learning. Pemecahan masalah bukan
melalui “trial and errnr “, melainkan dengan mcnggunakan akal dan
pengertian inilah yang dinamakan perbuatan yang intelijen.[4]
B. Karakteristik
Belajar Menurut Teori Gestalt
Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan
problem solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal
di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan
akademis. Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang
insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan
antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau
bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Pengamatan
adalah pintu pengembangan kognitif.
Hukum-hukum Gestalt dalam pengamatan adalah:
1.
Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi
psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti (pragnanz).
Pragnaz adalah suatu keadaan yang seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh
individu mempunyai sifat dinamis yaitu cenderung untuk menuju keadaan pragnaz
tersebut.
2.
Hukum kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang
sama satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau
suatu totalitas (gestalt) . Contohnya :
O O O O O O O O O O O O O
X X X X X X X X X X X X X
O O O O O O O O O O O O O
Deretan bentuk di atas akan
cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan X
berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.
3.
Hukum
keterdekatan, mengatakan bahwa hal hal yang berdekatan dalam waktu
atau tempat cenderungmembentuk gestalt.
4.
Hukum ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang
tertutup cenderung membentuk gestalt.
5.
Hukum kontinuitas, yang mengatakan bahwa hal-hal yang
berkesinambungan cenderung membentuk gestalt.
Karakteristik
belajar menurut teori belajar gestalt adalah sebagai berikut:
1.
Mempunyai Hukum keterdekatan, hukum ketertutupan dan
hukum kesamaan.
2.
Proses pembelajaran secara terus – menerus dapat
memperkuat jejak ingatan peserta didik
Menurut Kurt Koffka:
a.
Jejak ingatan (memory traces),
Jejak-jejak ingatan adalah Suatu
pengalaman yang membekas di otak yang diorganisasikan secara sistematis
mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali jika kita
mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi.
b.
Perjalanan
waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.
Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang
lebih baik dalam ingatan.
c.
Latihan yang
terus menerus akan memperkuat jejak ingatan
3.
Adanya pemahaman belajar Insight.
Menurut Wolfgang Kohler, Insight
adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam situasi permasalahan.
Insight yang merupakan inti dari belajar menurut teori gestalt, memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada
kemampuan dasar orang, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan
posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
b.
Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman
masa lalunya yang relevan.
c.
Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan
lingkungannya.
d.
Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui
pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang
dapat menjadi kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada situasi yang
berlainan.
e.
Apabila insight telah di peroleh,maka dapat digunakan
untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain.
Jadi inti pelajaran menurut aliran ini adalah mendapatkan “insight”
artinya: dimengertinya persoalan, dimengertinya hubungan tertentu, antara
berbagai unsur dalam situasi tertentu, hingga hubungan tersebut jelas dan
akhirnya didapatkan kemampuan memecahkan problem, bukan sekedar menghafal bahan
yang dipelajari.[5]
C. Prinsip
Belajar Menurut Teori Gestalt
Teori Gestalt mempunyai prinsip-prinsip khusus yang berbeda dengan
teori-teori psikologi lainnya. Dalam menjelaskan fenomena psikologis, psikologi
gestalt menganut prinsip-psinsip seperti yang akan dijelaskan dibawah ini.
Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field.
Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh
manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini
merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian
ini mempengaruhi makna yang dibentuk.[6]
Prinsip-prinsip pengorganisasian:
1.
Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling
berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang
sebagai satu bentuk tertentu.
2.
Principle of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang
pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi
suatu figure atau bentuk tertentu.
3.
Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan
mental set yang sudah terbentuk sebelumnya
4.
Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan
kesinambungan pola
5.
Principle of Closure/ Principle of Good Form: bahwa
orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap.
6.
Principle of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya
membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat
samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.
7.
Principle of Isomorphism: Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau
menunjukkan adanya hubungan struk tural antara daerah-daerah otak yang
terktivasi dengan isi alam sadarnya.
Menurut teori Gestalt,
belajar adalah proses mengembangkan insight.
Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu
situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yang menganggap
belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis, sehingga mengabaikan atau
mengingkari peranan insight. Teori
Gestalt justru menganggap bahwa insight
adalah inti dari pembentukan tingkah
laku[7]
Prinsip-prinsip belajar
menurut teori ini yaitu:[8]
1. Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi
permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari keseluruhan organisasi mata
pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun. Belajar dimulai dari satu
unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang mudah dimengerti, deferensiasi
pengetahuan dan kecakapan.
2. Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi
dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka
keseluruhan tadi. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap
suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian dari
mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis
kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna sebagai tiang
kalau menjadi satu dari rumah dan sebagainya.
3. Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat
sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional
dengan keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian
itu dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang
lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai
keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana
hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik
atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
4. Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah
kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam
situasi yang problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara
beberapa buah kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang karena ia
sedang lapar
D.
Aplikasi dalam
Pembelajaran
Aplikasi teori Gestalt
dalam proses pembelajaran antara lain:[9]
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang
penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur
dalam suatu obyek atau peristiwa.
Setelah
adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis
tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep
insight ini adalah fenomena penting dalam belajar.
Timbulnya insight
pada individu tergantung pada:[10]
a.
Kesanggupan
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi
individu.
b.
Pengalaman
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu
pengalaman dan pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c.
Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi
d.
Latihan
Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan
insight dalam situasi yang bersamaan
e.
Trial and Error
Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu
masalah, seseorang akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan
insight untuk memecahkan masalah
tersebut.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu
yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah,
khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya.
Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan
logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah
pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons,
tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang
ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah
aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu
memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu,
materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi
lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam
situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik
untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya
BAB III
PENUTUP
Teori belajar psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang
mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas.
Sedangkan data-data dalam psikologi
Gestalt disebut sebagai Fenomena (gejala). Dimana fenomena adalah data-data
yang mendasar dan hal ini sependapat dengan filsafat fenomologi yang
mengartikan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral.
Dalam teori belajar gestalt terdapat prinsip interaksi individu dengan
lingkungan serta prinsip pengorganisasian. Teori belajar psikologi gestalt
mempelajari suatu fenomena secara totatalitas dan merumuskan beberapa hukum
diantaranya adalah hukum keterdekatan, hukum ketertutupan, hukum kesamaan, dan
hukum kontiunitas, yang kesemua hukum itu tunduk pada hukum Pragnaz. Dengan
demikian teori belajar psikologi gestalt dapat diterapkan dalam proses belajar
sehingga lebih dapat memahami suatu gejala atau fenomena secara keseluruhan.
Makalah ini tentu jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diperlukan sebagai bahan perbaikkan kedepannya. Semoga dengan adanya
makalah tentang Teori Belajar Gestalt ini mampu
menambah khazanah keilmuan kita terkait dengan proses pelaksanaan pengajaran
yang bermutu dengan kata lain memiliki nilai presensi berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Boeree, George,
Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern, Jogjakarta : Prismasophie, 2005
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008
Naisaban, Ladidlaus, Para
Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan Karya, Jakarta:
Grasindo 2004
Sanjaya, Wina, Strategi
Pembelajaran : Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006
Sujanto, Agus, Psikologi Umum, Jakarta: Bumi Aksara,
2008
Suryabrata, Sumardi, Psikologi
Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Syaodih, Nana, Landasan psikologi pendidiksan, Bandung : Remaja Rosdakatya, 2008
Tim Pengembang ilmu
Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan: bagian 4 pendidikan
lintas bidang, Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama, 2007
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-belajar/
http://andikayudhitiya.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-kognitif-teori-gestalt.html
http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/23/pengertian-belajar-menurut-psikologi-gestalt/
http://danangep.blogspot.com/2012/11/juzzjuzz.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt-344793.html
http://mardhiyanti.blogspot.com/2010/04/teori-pembelajaran-menurut-aliran.html
[4] Tim Pengembang ilmu
Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan: bagian 4 pendidikan
lintas bidang (Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama, 2007) hal. 143
[5] Ladidlaus Naisaban, Para
Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan Karya (Jakarta: Grasindo 2004) , hal 397
[7] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran : Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2006), hal. 115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar